G
Selamat datang di : mgmp-ku.blogspot.co.id || BLOGNYA MGMP MATEMATIKA SMP KABUPATEN PEMALANG ||

Senin, 08 Juni 2015

Siswaku, Anakku, Sejawatku



SISWAKU, ANAKKU, SEJAWATKU
Hidayah Susatri*)


T

iga tahun pertama sejak menjadi guru tepatnya tahun pelajaran 2001/2002 saya memiliki seorang siswi, sebut saja Maya. Dia termasuk anak paling istimewa bagi saya selama mengajar di SMP Negeri 1 Ampelgading, yang hingga sekarang sudah hampir 16 tahun. Maya adalah anak desa/gunung dengan kondisi keluarga buruh tani pas-pasan. Ia anak ke-9 dari 10 bersaudara. Tujuh orang kakaknya hanya berhasil menempuh pendidikan hingga jenjang SMP/MTs, dan satu orang kakaknya yang nomor 8 sampai jenjang SMA. Prestasi akademik Maya selama di SMP sangat membanggakan, dia selalu ranking 1 pararel selama 3 tahun. Nilai Matematika selalu bagus, baik ulangan harian, semester bahkan Ujian Nasional. Selama 3 tahun kebetulan selalu saya yang menjadi guru matematikanya. Saya ingat betul saat itu selalu ada ulangan umum bersama se-Kabupaten Malang. Untuk memotivasi siswa, sebagai guru aku selalu menjanjikan semacam hadiah bagi siswa yang dapat memperoleh nilai sempurna (100). Hadiah berupa benda yang cocok dengan usia anak SMP atau kadang berupa benda yang sangat dibutuhkan siswa mulai tas, sepatu dll. Hampir setiap kesempatan itu aku berikan, ternyata Maya-lah yang selalu memperoleh hadiah itu. Sampai hasil Ujian Nasional pun dia tetap nomor 1 dengan nilai Matematika 10.

Begitu kelulusan tiba, Maya saya tanya mau melanjutkan ke mana, ternyata dia tidak tahu mau sekolah di mana. Kalau menuruti kemauan dan kemampuan orang tuanya, Maya diharapkan sekolah SMA swasta yang tidak jauh dari rumahnya agar tidak menambah beban tambahan seperti biaya kos, transportasi dan uang saku. Di samping itu ia masih dapat membantu orang tuanya bekerja di rumah. Mendengar jawaban Maya dalam hati saya sangat tersentuh dan tentu saja menyayangkan kenapa anak sepotensi dia harus sekolah seadanya. Setelah berunding dengan suami (saat itu aku belum memiliki anak), saya dekati Maya dan menawarinya untuk tinggal di rumah kami dan bersekolah di SMA Negeri 1 Turen yang kebetulan dekat dengan rumah. Biasanya siswa saya yang melanjutkan ke sekolah itu rata-rata harus kos. Mungkin itu yang memberatkan orang tuanya karena pada saat itu masih ada kakak dan adiknya yang juga masih sekolah. Ternyata Maya bersedia dan orang tuanya mengijinkan, jadilah dia tinggal di rumah kami dan menjadi anak kami selama tiga tahun.

Prestasi selama di SMA juga masih sama hebatnya seperti saat dia di SMP sampai saat kelulusan tiba. Saya menyarankan agar dia mencoba masuk STAN dengan harapan ringan saat kuliah dan begitu lulus ada jaminan. Ternyata dia tidak mau, katanya, ” Saya ingin jadi guru matematika seperti Ibu”. Menurutnya jadi guru itu sangat mulia dan pekerjaan yang pas bagi seorang ibu. Dan harapanya begitu lulus nanti, bisa mengajar di daerah sekitar tempat tinggal orang tuanya (bila mungkin, di SMP-nya dulu) agar bisa merawat orang tuanya yang sudah beranjak tua. Cita-cita dan harapan yang sangat mulia dan saya-pun mendukungnya. Pertama kali dia sempat ragu, lagi-lagi karena soal biaya. Akhirnya saya yakinkan dia untuk masuk dan akan saya bantu pembiayaan karena jumlahnya memang lumayan besar. Selanjutnya saya beri gambaran bahwa di Perguruan Tinggi banyak sekali beasiswa (selama SMA dia juga mendapat beasiswa) dan kalau bisa kreatif sebagai mahasiswa pasti bisa mengatasi biaya sehari-hari. Akhirnya dia masuk Universitas Negeri Malang (UM) dengan mengambil jurusan pendidikan Matematika. Selama menjadi mahasiswa dia selalu mendapatkan beasiswa, di samping itu sehari-hari dia menjadi guru privat anak SMP dan SMA yang cukup untuk biaya kuliah dan kebutuhan sehari-hari. Hal ini persis yang saya alami dan lakukan saat kuliah S1 di Surabaya dulu.

Setelah 4 tahun persis, Maya lulus kuliah dan langsung mendaftar program SM3T dan diterima. Satu tahun harus dijalani mengajar di daerah tertinggal di Sulawesi. Pertama dia ragu untuk berangkat, tetapi saya yakinkan bahwa setahun itu tidak lama, daripada dia mengajar di SMK Swasta yang saat itu dia jalani, diapun akhirnya berangkat. Selama di Sulawesi pun masih selalu berhubungan dengan saya baik melalui seluler maupun Facebook. Segala suka duka jadi guru di tempat tertinggal selalu dia ceritakan ke saya layaknya anak dengan ibunya. Tidak terasa setahun pun berlalu, sebagai kelanjutan program itu dia harus menempuh program PPG (Pendidikan Profesi Guru) selama setahun di Universitas Negeri Malang, saat saya menulis ini Maya sedang menyelesaikan tugas akhinya dalam program PPG yaitu mengajar di SMA Negeri 1 Malang. Paling tidak begitu dia lulus (mudah-mudahan sebentar lagi) tunjangan sertifikasi sudah berhak dia peroleh sebagi lulusan PPG.

Sebagai guru sekaligus ibunya saya berharap selepas lulus ada jaminan untuk diangkat menjadi CPNS sesuai janji pemerintah. Saat ini Maya juga saya minta membantu mengajar selama 2 hari di SMP Negeri 1 Ampelgading karena memang sekolah saya masih kekurangan guru dengan adanya Implementasi Kurikulum 2013. Jadilah dia yang dulu siswa, jadi anak dan sekarang jadi teman sejawat. Saya bersyukur paling tidak saya menjadi perantara, di mana Allah SWT memberikan jalan bagi Maya untuk meraih apa yang dicita-citakannya. Akan lebih berbahagia lagi jika satu lagi do’a saya dikabulkan, yaitu semoga dia bisa menjadi guru PNS yang ditempatkan di SMP Negeri 1 Ampelgading ini. Amin....

*) Guru SMP Negeri 1 Ampelgading Malang
http://www.kompasiana.com/hidayahsusatri
_________________________________________
dikutip dari : 100 kisah inspiratif Guru Indonesia;
Guru Juga manusia, DOL-2015 P4TK Matematika